Aku diterima di SMKN 2 Pacitan dengan penuh tanda Tanya entah bagi diriku sendiri maupun bagi orang lain, namun ini asli merupakan keinginanku sendiri, beberapa hal poin penting yang membuatku ingin masuk SMKN 2 Pacitan waktu itu ialah yang pertama jelas Karena di sekolah tersebut terdapat jurusan akuntansi, dan menurutku waktu itu merupakan SMK dengan jurusan akuntansi terbaik yang telah dibuktikan dengan kesuksesan kakakku sendiri, kemudian yang poin kedua ialah aku menghindari segala mata pelajaran yang berbau seni karena mata pelajaran tersebut membuatku sangat tidak nyaman bersekolah, serta restu ibuku sangat mendukung jika aku masuk SMKN 2 Pacitan. Masuk SMKN 2 Pacitan menjadi tidak wajar ketika ternyata aku menjadi peraih nilai Ujian Nasional (UN) SMP Se-Kabupaten Pacitan waktu itu, karena pada umumnya nilai tersebut digunakan untuk mendaftar di SMA. Keadaan itulah yang membuatku yang sudah terlanjur ingin masuk SMKN 2 Pacitan tidak hanya sekedar masuk namun juga harus menjadi terbaik demi menjaga “predikat”.
Aku
menjadi orang yang sangat ambisius ketika baru pertama kali masuk, dan hal
tersebut tidak dilakukan oleh orang siswa-siswa lain di kelasku kecuali satu,
Andy. Andy menjadi orang sangat aku waspadai dari pertama kali masuk SMKN 2
Pacitan. Pendiam dan penuh misteri dan kecepatan hitung yang sangat luar biasa
serta diam-diam terlihat ambisius pula.
Akuntansi
di SMKN 2 Pacitan terkenal jurusan akuntansi terbaik karena seringnya menang
dalam perlombaan-perlombaan, mengetahui hal tersebut aku beranikan mengikuti
seleksi lomba untuk dikirim ke STIE Perbanas Surabaya, dan untuk menemaniku
ikut seleksi agar bukan siswa baru sendiri aku ajak andy, dan hasilnya kami
peringkat 2 terendah. Hal tersebut tidak membuat kami patah semangat. Kami
terus belajar dan terus belajar serta mendekati dan bertanya kepada kakak
tingkat yang sering mengikuti lomba.
Beberapa
bulan kemudian ada seleksi lagi untuk olimpiade ekonomi di STIE Perbanas
Surabaya, tanpa kami minta tiba-tiba kami dipanggil untuk mengikuti seleksi
lagi, dan Alhamdulillah kami mendapatkan peringkat 5 besar dan bisa berangkat
ke Surabaya untuk mengikuti perlombaan, waktu itu mengikuti perlombaan saja
kami sudah sangat senang, di perlombaan tersebut dikirim 2 tim. Timku bersama andy
dan satu kakak tingkat, dan satu tim yang lainnya adalah tim andalan SMKN 2
Pacitan yang orang-orangnya berisi siswa yang sering juara lomba sebelumnya. Di
perlombaan tersebut semua tim SMKN 2 Pacitan lolos babak pertama dan berhak
mengikuti debat, pada tahap debat timku kalah dan satu tim lainnya mendapatkan
juara 3, perlombaan tersebut merupakan awal terpilihnya aku dan andy untuk
terus diikutkan dalam perlombaan-perlombaan.
Kami
mengikuti perlombaan di UM, UMM, UNESA, STIE Perbanas Surabaya, UGM, SMKN 1
Paron, dan lain sebagainnya. Di titik seringnya kami lomba dan mulai selesai
jayannya kakak tingkat kami dalam mengikuti perlombaan, mau tidak mau kami
harus mencari partner lain, mencari siswa lain yang bisa diajak lomba, karena
kalo hanya 2 orang tidak akan cukup. Moment tersebut sekaligus membuat aku dan
andy tidak pernah satu tim lagi karena dinilai untuk meningkatkan probabilitas
kemenangan jika kita dipisah. Ketika kami tidak satu tim lagi entah mengapa
musuh terberatku bukan dari para peserta lain tapi justru sekolah sendiri.
Setelah moment itu pula ketika andy lebih berprestasi daripada aku baik di
kelas maupun di perlombaan aku merasakan suatu keadaan yang benar-benar tidak
dapat aku terima. Bahkan semakin lama tingkat persaingan kami sampai ke perebutan
jabatan ketua OSIS, ketua RISMA, tim basket bahkan perbedaan organisasi aku dan
andy hanya satu, yaitu andy menjadi Kerani (Sekretaris) Pramuka dan aku ikut
karawitan sampai menimbulkan “diem-dieman” antara kita berdua di kelas dan
tidak mau ngomong satu sama lain ketika gak penting-penting banget, lebih jauh
lagi suasana kelas juga ikut terpecah menjadi 3 yaitu yang menjadi temanku,
menjadi teman andy, dan netral. Dominasi kami di sekolah tanpa aku sadari
benar-benar luar biasa sampai-sampai guru-guru di SMKN 2 Pacitan manggil nama
kami itu terbalik, aku dipanggil Andy, dan Andy dipanggil Deni.
Terlalu
dominannya kami akhirnya benar-benar kami sadari, hingga akhirnya kami bersama
Bapak Akuntansi terbaik SMKN 2 Pacitan Bapak Sukarni membuat Accounting Club,
sebuah organisasi di sekolah yang membantu mereka dalam mempelajari akuntansi
dan mempersiapkan mereka mengikuti perlombaan-perlombaan, sehingga dihasilkan
pemerataan kemampuan, tidak terlalu dominan seperti era kami.
Sekarang
aku dan Andy menjadi mahasiswa di kampus yang berbeda, semua yang terjadi
ketika di SMKN 2 Pacitan sampai terbawa di dunia kampus, dimana kami masih
tetap mengikuti perlombaan-perlombaan, aktif organisasi, bahkan sampai pernah
ditantang untuk bertemu dalam satu event lomba akuntansi (lagi) yang sampai
saat ini belum tercapai, Teman sekaligus musuh terberat (frienemy) inilah yang
sangat berpengaruh dalam kehidupan pendidikanku saat ini, sangat improving my self. Teman yang memacu
otak berpikir lebih kritis, bersemangat, dan tidak mau kalah satu sama lain.